Selasa, 03 Januari 2012

HGU PTPN 2 DERITA WARGA DAGANG KERAWANG, BUPATI DELI SERDANG SUMATERA UTARA DI ERA REFORMASI, BPN-GUBERNUR SUMUT SIAPA TANGGUNG JAWAB ?

H. Bachtiar Syaharuddin   [Kord. Forum ] Telp. 061-7941821 HP: 08126338541.
04JAN2012.Parpolnews.blogspot.com


NEGERI SURGA PARA KORUPTOR
Derita Bagi Rakyat Jelata

Ini adalah kisah tentang kejahatan sistematis dan terorganisir --tentu saja dilakukan secara berjamaah-- yang bisa mengalahkan rasa keadilan dan mencabik-cabik nilai-nilai kemanusian.
Ini adalah kisah tentang kejahatan yang dirajut oleh sekelompok birokrat atas nama negara dan Undang-Undang, tanpa menghiraukan keresahan orang kecil yang menengadahkan tangan menanti setetes keadilan.
Ini adalah kisah tentang rangkaian kejahatan yang dilakukan dengan nekad dan berani karena segala prosedur dan hukum itu sendiri telah dinafikan, hanya untuk memenuhi satu syahwat : KORUPSI!
Kisah ini bermula ketika pada  tanggal 9 Juni 2000, HGU yang dipegang oleh PTPN II atas lahan seluas 75,11 Ha, di Desa Dagang Kerawan, Tanjung Morawa, Deli Serdang, Sumatera Utara, telah berakhir masa berlakunya. Seyogyanya, PTPN II mengembalikan lahan tersebut kepada negara, dalam hal ini adalah Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Jikapun PTPN II berhak meminta ganti rugi atas bangunan dan pohon-pohon produktif di atas lahan tersebut, tentulah urusannya kepada pemerintah, dalam hal ini adalah Gubernur Sumatera Utara.
Ceritanya jadi menyimpang! Ganti rugi yang bisa disebut sebagai penjualan sepihak ini dilakukan oleh Direktur Utama PTPN II pada waktu itu, Ir.H.Suwandi kepada DR. Suprianto alias Anto Keling sebagai Ketua Yayasan Pendidikan Nurul Amaliyah (YPNA) tanpa melalui proses lelang/tender. Penunjukan langsung YPNA ini berdasarkan alasan karena Yayasan yang dipimpin oleh Anto Keling ini memperoleh persetujuan dari Camat Tanjung Morawa, Bupati Deli Serdang, Gubernur Sumatera Utara, dan Meneg BUMN untuk memanfaatkan lahan tersebut guna perluasan dan pengembangan kota Tanjung Morawa sebagai ibu kota kecamatan Tanjung Morawa.
Kongkalikong pun jadi bertambah manakala YPNA mengklaim bahwa lahan yang telah menjadi “milik” mereka adalah seluas 78,16 Ha. Angka ini mulai muncul dalam rapat Pengukuran Tanah pada tanggal 28 Februari 2005 di Puri Tri Adiguna, di Tanjungmorawa, Kabupaten Deliserdang, yang dihadiri oleh pihak terkait dan YPNA yang pada saat itu diwakili oleh pengacaranya, Khairul Anwar, SH, dan tertuang dalam berita acara rapat. Angka ini kemudian diselaraskan dengan luas lahan “penjualan” ganti rugi PTPN II kepada YPNA, yaitu seluas 78,16 Ha. Padahal, luas lahan berdasarkan sertifikat HGU No.1/89 adalah seluas 75,11 Ha. Selanjutnya, ijin yang diberikan oleh Gubernur Sumatera Utara / Meneg BUMN kepada YPNA atas lahan yang dimaksud hanyalah seluas 59 Ha.
Seorang anak yang tak lulus Sekolah Dasar sekalipun bisa melihat dengan jelas selisih dan perbedaan angka yang mencolok ini. Namun mereka yang berbekal pendidikan akademis tinggi justru berjamaah dalam memanipulasi angka-angka ini. Tiba-tiba saja mereka menjadi buta dan bodoh menafikan selisih angka tersebut dan dengan kepintaran akademisnya justru memelintir dan menggelembungkannya menjadi angka yang sesuai dengan selera mereka. Apa  sebab? Selisih lahan diluar angka 59 Ha tersebut, yaitu seluas 19,16 Ha, sangat sesuai dengan selera investor. Dan karena YPNA tidak punya modal maka yang dikehendaki investor harus dikuasai (Apapun Caranya!).Meskipun, sejatinya Gubernur telah memperuntukkannya sebagai areal pemukiman dan lahan garapan karena menyangkut hajat dan hak-hak hidup orang banyak.
Adalah para Karyawan dan Pensiunan PTPN II yang selama puluhan tahun mengabdikan hidupnya di perusahaan Perkebunan milik negara ini, yang tinggal di rumah-rumah dinas sederhana di atas lahan tersebut. Bahkan beberapa karyawan dan pensiunan masih ada yang tinggal di Pondok Istal yang menjadi ‘rumah dinas’ mereka : sebuah bangunan yang pada jaman dahulu hanya diperuntukkan bagi kuda alias Kandang Kuda.
Enam puluh lima tahun sudah kita merdeka. Sekian kali kita sudah berganti rejim, semuanya berbicara untuk memakmurkan rakyat. Nyatanya, kuda-kuda itu kini digantikan oleh para pensiunan Karyawan PTPN II yang hidup dengan uang pensiun yang tidak sampai sejumlah Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah) tiap bulannya. Rupanya tradisi memperbudak manusia -- bahkan memandang dan memperlakukan mereka lebih rendah daripada kuda-- sudah merupakan tradisi PTPN II, sampai hari ini. Bandingkan dengan penghasilan yang diterima oleh para Direksi, Komisaris, Manager, dan Kepala Bagian pada setiap bulannya. Luar biasa!
Dengan mengatasnamakan sebagai Alas Hak, Akta Jual-Beli dijadikan “senjata” oleh YPNA untuk mengusir semua orang yang ada dan bertempat tinggal di atas lahan tersebut. Termasuklah para pensiunan dan karyawan PTPN II. Para pensiunan terus dibiarkan untuk menghadapi arogansi Pengembang/ YPNA dan petinggi PTPN II. Pensiunan dianggap sampah dan kotoran kuda yang tak layak lagi tinggal disitu. Para pensiunan hanyalah budak yang tatkala diperlukan dibayar dengan upah murah, dan manakala tak diperlukan lagi dicampakkan ke tong sampah. Para pensiunan hanyalah beban bagi perusahaan dan trouble maker yang harus disingkirkan! Padahal, hak kepemilikan hunian para pensiunan dan karyawan ini tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 89/KMK.013/1991 tanggal 25 Januari 1991, yang mengatakan bahwa karyawan/pensiunan lebih diutamakan untuk membeli /mengganti rugi rumah dinas karyawan.
Rakyat kecil hanya bisa berjuang dengan hati nurani. Walaupun himbauan kepada para petinggi berulang kali diserukan, seakan tak seorang pun mendengar dan peduli dengan seruan itu, seperti berseru di tengah padang gurun yang luas! Masih adakah yang mendengar jeritan suara rakyat kecil? Ataukah memang benar, bahwa di negeri ini rakyat kecil dilarang bersuara dan dilarang untuk hidup layak?
Setahu kami, rakyat kecil, penegakkan hukum adalah cermin keadilan sosial. Tapi yang ada di depan mata kami, proses pemiskinan yang justru dilakukan melalui dan atas nama hukum. Akhirnya, hukum menjadi monster yang menakutkan bagi pihak yang lemah seperti kami.

 K R O N O L O G I
PROSES PENJUALAN TANAH EKS-HGU. PTPN II
KEBUN TAMORA, DESA DAGANG KERAWAN
TANJUNG MORAWA, KAB. DELISERDANG

1.       Pada tahun 1989, terbit Sertifikat HGU PTPN II Kebun Tamora lokasi di Desa Dagang Kerawan, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deliserdang : HGU No. 1 tahun 1989, seluas 75, 11 Ha.
2.              Pada tahun 1997, dilakukan pengukuran ulang oleh Kanwil BPN Sumut, tapi tidak berpedoman pada peta sertifikat dan pilar batas di lapangan, sehingga luasnya berubah menjadi 78,16 Ha (peta pendaftaran No. 73 /1997).
 3.       Pada tahun 2000, pihak Yayasan Pendidikan Nurul Amaliyah (YPNA) memohon lahan seluas 59 Ha kepada Camat Tanjung Morawa dengan surat No : 04/YPNA/VI/2000 tanggal 11 maret 2000.
4.              Pada tanggal 16 Juni 2000, Camat Tanjung Morawa membuat surat kepada Bupati Deli Serdang dengan No. 590/391 perihal permohonan dibebaskan tanah untuk Pengembangan Kota Tanjung Morawa seluas 59 Ha, yang terletak di Desa Dagang Kerawan, Kecamatan Tanjung Morawa (gambar lokasi terlampir).
5.      Pada tahun 2001, surat permohonan ditindaklanjuti oleh YPNA kepada Camat Tanjung Morawa dengan surat No : 16/YPNA/III/2001 tanggal 11 Maret 2001 seluas 59 Ha.
 Dalam permohonan tersebut YPNA berjanji apabila permohonan dapat dikabulkan, pihaknya akan membangun Rumah Sakit Umum, Perguruan Tinggi/Universitas, Rumah Sangat Sederhana (RSS), Rumah Sederhana (RS) dan Fasilitas Umum lainnya diatas lahan seluas 59 Ha tersebut, atau sebagian dari luas areal Eks-HGU PTPN II Desa Dagang Kerawan, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang. Disamping itu, YPNA juga menyanggupi untuk membangun fasilitas umum untuk kepentingan Pemda Deli Serdang seperti: Pasar, Terminal dan Lapangan Olah Raga yang diatur berdasarkan kesepakatan kerjasama sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

6.              Pada tanggal 14 Juni 2001, terbit Surat Bupati Deli Serdang No. 593/2784 perihal mohon tanah Eks-HGU PTPN II Tanjung Morawa seluas 59 Ha yang berlokasi di Desa Dagang Kerawan untuk Perluasan Pembangunan Kota Tanjung Morawa, yang ditujukan kepada Gubernur Sumatera Utara dan Panitia B Plus.
7.  Pada tanggal 19 September 2001 terbit Surat Gubernur Sumatera Utara No.593/14575 perihal mohon tanah Eks-HGU PTPN II Tanjung Morawa seluas 59 Ha yang berlokasi di Desa Dagang Kerawan untuk Pengembangan Kota Tanjung Morawa yang pada pokoknya menyetujui dan mendukung isi dan maksud Surat Bupati Deli Serdang.
8.          Pada tanggal 5 November 2001, atas permohonan tersebut, Bupati Deli Serdang dan YPNA sepakat membuat Surat Perjanjian Peruntukan tanah seluas 59 Ha Eks-HGU PTPN II kebun Tamora di Desa Dagang Kerawan, Kecamatan Tanjung Morawa berikut pembangunan fasilitas umum di atasnya.
9.              Pada tanggal 8 November 2001, keluarlah Keputusan Bupati Kabupaten Deli Serdang Nomor 816 tahun 2001 tentang Pengaturan Peruntukan Tanah Eks- HGU PTPN II Tanjung Morawa seluas 59 Ha di Desa Dagang Kerawan, Kecamatan Tanjung Morawa. Pada pasal 1 ayat 2 yang berbunyi sebagai berikut:
1.a.  Membebaskan lahan dari pihak-pihak penggarap diatas tanah tersebut dengan cara persuasif tidak menimbulkan keresahan / gejolak dengan biaya sendiri.
   b.  Membayar ganti rugi tanaman pohon kelapa sawit milik PTPN II Tanjung Morawa sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
2.a. Menyiapkan site plan lokasi yang disusun dan dibuat oleh tenaga ahli dengan mempedomani Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) kecamatan Tanjung Morawa.
   b. Membangun jalan, taman di atas areal seluas 8 Ha.
   c.  Membangun terminal angkutan umum pedesaan dan terminal barang diatas areal seluas 2 Ha.
   d. Membangun pasar pembelanjaan diatas areal 1,5 Ha.
   e.Membangun perkantoran Pemerintah Kabupaten Deli Serdang seluas 4,5 Ha.
3.a. membangun Rumah Sangat Sederhana dan Rumah Sederhana di atas areal seluas 15 Ha termaksuk menyiapkan lahan untuk sarana sosial lainnya di atas areal tersebut.
   b. Membangun Perguruan Tinggi, Rumah Sakit Umum, Panti Jompo dan Asrama Para Medis dan Plaza diatas areal seluas 25 Ha.
Pada pasal 2 disebutkan sebagai berikut:
Tanah sebagaimana dimaksud pada pasal 1 ayat (1) Perjanjian ini adalah Tanah Negara Eks- HGU PTPN II Tanjung Morawa.

10.           Pada tanggal 11 Maret 2003, terbit Surat Bupati Deli Serdang kepada Gubernur Sumut dengan surat No. 181 / 795 perihal areal Eks- HGU PTPN II seluas 59 Ha.

11.           Pada tanggal 10 April 2003, Gubernur Sumatera Utara membuat surat jawaban No. 593/2548/2003 perihal areal Eks- HGU PTPN II kebun Tanjung Morawa di Desa Dagang Kerawan. Pada point 1 huruf a, pada surat Gubernur Sumut tersebut dinyatakan : bahwa areal seluas lebih kurang 59 Ha yang terletak di Desa Dagang Kerawan, Kabupaten Deli Serdang merupakan bagian dari areal Eks- HGU PTPN II yang menjadi tanah yang “DIKUASAI LANGSUNG OLEH NEGARA” sesuai keputusan Kepala Badan Pertahanan Nasional No. 42/HGU/BPN/2002 tanggal 29 November 2002.

12.           Pada tanggal 1 Mei 2003, kewajiban untuk mengembalikan sertifikat tanah HGU No 1 tahun 1989 tersebut kepada negara sesuai dengan ketentuan pasal 18 ayat (1) dan pasal 12 ayat (1) huruf g dan h Peraturan Pemerintah (PP) nomor 40 tahun 1996 telah dilakukan oleh PTPN II melalui Indro Suhito,SH. Kaur Agraria pada Bagian Umum PTPN II dengan menyerahkan sertifikat tanah tersebut kepada Kanwil BPN Provinsi Sumatera Utara yang diterima oleh Ir. Dermawan (Kabid pengukuran dan pendaftaran).

13.           Pada tanggal 16 Februari 2004, terbit Surat Bupati No. 120 Tahun 2004 perihal Pemberian Perpanjangan Izin Lokasi Untuk Keperluan Pembangunan Fasilitas Umum dan Pusat Perdagangan Kepada Yayasan Pendidikan Nurul Amaliah.
·          Surat Bupati tersebut sama sekali tidak mengkaitkan dengan perjanjian tanggal 5 Februari 2001 dan Surat Keputusan Bupati tanggal 8 Februari 2001 tentang kewajiban – kewajiban YPNA kepada Bupati Deli Serdang.
·          Walaupun YPNA telah gagal memenuhi kewajibannya sesuai dengan perjanjian dan keputusan Bupati tersebut di atas, Bupati masih juga mempercayai YPNA dan memperpanjang izin untuk YPNA. Padahal sudah sangat jelas, YPNA samasekali tidak punya kemampuan financial untuk memenuhi kewajibannya.

14.           Pada tanggal 13 April 2004, terbit Permohonan YPNA Nomor : 026/YPNA/IV/2004, Hal : Permohonan Rekomendasi Pembayaran Ganti Rugi Atas Tanah Negara seluas ± 70 Ha. Yang terletak di Desa Dagang Kerawan, Kecamatan Tanjung Morawa.
Pada surat tersebut YPNA masih mengakui kewajibannya sesuai dengan perjanjian dan keputusan Bupati Deli Serdang Tanggal 5 Februari 2001 dan 8 Februari 2001 sesuai dengan peruntukan lahan dimaksud adalah :
·        Pembangunan Kantor Pemerintah
·        Pembangunan Rumah Sakit
·        Pembangunan Pasar
·        Pembangunan Terminal
·        Pembangunan Sarana Pendidikan
·        Pembangunan Sarana Olah Raga
YPNA mengajukan permohonan ini langsung kepada Gubernur Sumatera Utara dan tidak lagi melalui Bupati Deli Serdang.

15.           Pada tanggal 14 April 2004, Gubernur Sumatera Utara membuat surat No.593/1941/2004 kepada Menteri Negara BUMN d/p Direktur Utama PTPN II tentang pengaturan pemanfaatan tanah Eks- HGU PTPN II seluas 59 Ha berlokasi di Desa Dagang Kerawan, Tanjung Morawa. Bahwa Gubernur Sumatera Utara masih tetap berpedoman pada awal permohonan YPNA, Keputusan Bupati Deli Serdang dan Panitia B Plus serta peta matrik yang ada maka Gubernur Sumatera Utara tetap mengacu pada Luas 59 Ha dan tidak terpengaruh trik YPNA merubah luasan menjadi ± 70 Ha.

16.           Pada tanggal 15 April 2004, Direksi PTPN II membuat surat kepada Menteri BUMN di Jakarta dengan surat Direksi No. II.0/X/136/IV/  2004 Perihal Permohonan Persetujuan Penghapusbukuan areal seluas Eks- PTPN II kebun Tamora seluas 59 Ha di Desa Dagang Kerawan dengan ganti rugi melalui pelepasan/penjualan.

17.           Pada tanggal 17 Mei 2004, Dewan Komisaris PTPN II membuat surat kepada Menteri BUMN sehubungan dengan surat PTPN II No.II/X/136/IV/2004 tanggal 15 April 2004, dengan surat No. : DK.PTPNII/V/2004 Perihal Permohonan Persetujuan Penghapusbukuan areal Eks- HGU PTPN II kebun Tamora seluas 59 Ha di Desa Dagang Kerawan kecamatan Tanjung Morawa kabupaten Deli Serdang.

18.           Pada tanggal 30 Juni 2004, Menteri BUMN mengeluarkan surat kepada Direksi PTPN II dengan No.S.351/MBU/2004 perihal persetujuan pelepasan aktiva milik PTPN II Eks- HGU kebun Tamora di Desa Dagang Kerawan Kecamatan Tanjung Morawa seluas 59 Ha.
Pada point 5 disebutkan persetujuan pelepasan aktiva dimaksud diberikan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun sejak tanggal ditetapkan.

19.           Pada awal tahun 2005, dilakukan proses jual beli kepada Yayasan Pendidikan Nurul Amaliyah (YPNA) sesuai Menteri BUMN No. S.351/MBU/2004 tanggal 30 Juni 2004.

20.           Pada tanggal 28 Februari 2005, pihak PTPN II mengundang Rapat Koordinasi Pengukuran Lahan yang akan dilepas tersebut di Puri Tri Adiguna Tanjung Morawa. Dalam pertemuan tersebut hadir juru ukur Kanwil BPN Sumut, BPN Deli Serdang, Bupati Deli Serdang, Bappeda Deli Serdang, Camat Tanjung Morawa dan YPNA.

Dalam Berita Acara Rapat Pengukuran areal Eks- HGU PTPN II Kebun Tamora di Desa Dagang Kerawan terkena rencana Tata Ruang Kabupaten Deli Serdang Kecamatan Tanjung Morawa. Petunjuk Sdr. Paraduan Siregar dari Bappeda Pemkab Kabupaten Deli Serdang menyatakan bahwa luas lahan RUTRK Kecamatan Tanjung Morawa yang akan dilepas dengan ganti rugi mempedomani luas yang terdapat dalam peta pendaftaran yang dibuat oleh Kanwil BPN Provinsi Sumatera Utara No.73/1997 Desa Dagang Kerawan Kecamatan Tanjung Morawa yakni seluas 78,16 Ha. Kebijakan yang diambil oleh Sdr. Paraduan Siregar itu sangat bertentangan dengan keputusan Panitia B-plus/Gubsu dan Matrik, yang disana sudah sangat jelas tertera mengenai pengaturan untuk lahan Eks- HGU Desa Dagang Kerawan. Disana dinyatakan bahwa lahan seluas ± 59 Ha untuk RUTRK, dan ± 1 Ha untuk Sdr. Sukardi dkk, selanjutnya sisanya untuk garapan dan perumahan karyawan. Hal ini pun tertera dalam peta peruntukan bagi lahan Eks- HGU yang dibuat oleh BPN.
Sdr. Paraduan Siregar juga menyebutkan luas ± 59 Ha yang tertera dalam peta RUTRK Tanjung Morawa hanya merupakan perkiraan “kurang lebih” sebagai dasar pengajuan pelepasan. Petunjuk yang diberikan oleh Sdr. Paraduan Siregar ini diduga merupakan hasil permufakatan antara PTPN II, Sdr. Paraduan Siregar dan pihak YPNA. Dan inilah awal timbulnya permasalahan perbedaan luas antara 59 Ha dengan 78,16 Ha.

Semua kebijakan yang dilakukan Sdr. Paraduan Siregar juga sangat bertentangan dengan kebijakan Bupati Deli Serdang. Hal ini dapat dilihat pada Surat Bupati Tanggal 23 Desember 2005 No.593/5083 dan Surat Bupati Tanggal 17 Januari 2006 No.593/299. Berita acara itu didukung oleh Polres Deli Serdang yang tidak menginginkan dilakukannya pengukuran lapangan dengan alasan ada pengaruhnya dengan kenaikan BBM. Kemudian yang diukur hanya rumah dinas / bangunan perusahaan untuk diterapkan dalam peta pendaftaran No.73/1997. Padahal perumahan dinas/bangunan perusahaan sesuai yang dimohonkan dan disetujui berada diluar RUTRK. Pada notulen rapat panitia penaksir harga jual aktiva tetap areal produktif milik PTPN II (Persero) berupa tanah seluas ± 59 Ha terletak di kebun Tanjung Morawa. Pembahasan administrasi Panitia Penaksir Harga dinyatakan bila letak dan batas peta RUTRK Kabupaten Deli Serdang Kecamatan Tanjung Morawa yang dibuat/disetujui oleh Pemkab Deli Serdang menjadi acuan permohonan pelepasan tersebut dibandingkan dengan bentuk/batas peta pendaftaran NO.73/1997 yang dibuat Kanwil BPN sama sekali tidak ada perbedaan.

21.           Karena memang tidak memiliki modal pihak YPNA mulai sibuk menawarkan lahan tersebut kepada investor. Kemudian YPNA membuat perjanjian pengalihan lahan tersebut kepada pemodal Susanto dan William.
Dibuatlah ikatan perjanjian antara YPNA dengan Susanto dan William dengan surat pernyataan dan pengakuan yang dibuat didepan notaris Ernawaty Lubis, SH. dengan Akte No.6 Tanggal 10 November 2005 yang menyatakan seluruh biaya perongkosan yang akan dikeluarkan RP.20.000.000.000 (dua puluh miliyar rupiah) seluruhnya ditanggung oleh Susanto dan William. Dan adanya perjanjian kerjasama yang diatur tersendiri diantaranya keuntungan yang akan diterima oleh Susanto dan William sebesar 75% dan YPNA menerima 25%.

22.           Kemudian YPNA melakukan pembayaran yang disetorkan oleh Susanto dan William ke rekening PTPN II sebesar Rp. 11.051.145.000 (sebelas miliyar lima puluh satu juta seratus empat puluh lima ribu rupiah)

23.           Setelah uang pembelian tahah tersebut diterima oleh Ir. H. Suwandi, maka pada hari rabu tanggal 16 Novenber 2005 dibuatkan akta penyerahan Hak atas tanah Eks HGU No.01 Desa Dagang Kerawan Kecamatan Tanjung Morawa seluas 78,16 Ha dari Ir. H. Suwandi selaku pihak pertama yang mengatasnamakan PTPN II kepada DR.RM.H.M.Supriyanto dalam kapasitasnya sebagai Ketua Yayasan Pendidikan Nurul Amaliyah selaku pihak kedua dengan akta notaries Ernawaty Lubis, SH No.13 tanggal 16 November 2005.
24.           Pada akhir November 2005, dengan merasa telah memiliki lahan pihak YPNA mulai menjalankan instruksi pemilik modal (William dan Susanto) untuk melakukan pembersihan lahan. Dengan menggunakan tenaga preman-preman bayaran dan aparat penegak hukum dimulailah pembersihan lahan dan rumah-rumah yang dihuni warga. Masyarakat akhirnya melakukan perlawanan terhadap cara-cara premanisme yang dilakukan pengembang. Puncaknya saat rumah-rumah warga dipagari dengan seng-seng bekas dan hanya diberikan jalan keluar masuk untuk orang saja.


25.           Pada tanggal 6 Desember 2005, dengan makin memanasnya situasi di lapangan, Dirut PTPN II menyurati Sekretaris Meneg BUMN dengan surat No.II.0/X/476/XII/2005 meminta penegasan atas selisih areal lahan Kebun Tamora milik PTPN II yang didivestasikan untuk Yayasan Pendidikan Nurul Amaliyah. Dalam suratnya tersebut di Point 2, sehubungan dengan surat Bapak Meneg BUMN No.S-351/MBU/2004 tanggal 30 Juni 2004 tentang persetujuan pelepasan aktiva tetap milik PTP Nusantara II (Persero) dinyatakan seluas 59 Ha, sesuai usulan yang diajukan oleh pihak Yayasan Pendidikan Nurul Amaliyah dengan peta ukur yang ada. Namun sesuai hasil pengukuran ulang yang dilakukan oleh BPN atas peta pendaftaran No.73/1997 ternyata luasan areal lahan tersebut adalah seluas 78,16 Ha dimana dalam pengukuaran tidak menambah areal dan tidak merubah apa yang tercantum dalam peta tersebut.

26.           Pada tanggal 20 Januari 2006, Sekretaris Meneg BUMN membuat surat No. S-08/MBU.S/2006 perihal penegasan atas selisih areal lahan kebun Tamora milik PTPN II yang didivestasikan untuk YPNA. Penegasan ini tidak atas petunjuk Meneg BUMN, Bapak Sugiharto.

27.           Pada tanggal 25 Januari 2006, setelah mendapat pengaduan dari warga masyarakat dan munculnya konflik di lapangan yang menjadi berita di media, Meneg BUMN memberi teguran kepada Sekretaris Meneg BUMN yang antara lain : “Saudara Sesmen, Harap saudara pastikan pengecekan ulang terhadap proses pelepasan asset dimaksud. Pastikan tidak ada ketentuan perundang-undangan yang dilanggar.”

28.           Pada tanggal 26 Januari 2006, menyadari kekeliruannya Sekretaris Meneg BUMN menyurati Direksi PTPN II dengan surat No.: SR-01/MBU/2006 Hal Pelepasan Eks- HGU PTPN II kepada YPNA. Disebutkan bahwa berdasarkan akta penyerahan hak atas tanah dengan ganti rugi No.13 tanggal 16 November 2005 yang dibuat di hadapan notaris Ernawaty Lubis, SH, dimana transaksi dilakukan pada tanggal 16 November 2005 dengan demikian transaksi tersebut dilakukan ± lima bulan setelah berakhirnya ijin pelepasan dari menteri BUMN dan masa berlakunya harga taksasi.

Karyawan dan Pensiunan merasa mendapat perlindungan dari pemerintah sesuai dengan surat SK Menteri Keuangan No.89/KMK/.013/1991 tanggal 25 Januari 1991. Dimana pada pasal 10 ayat 6 sampai 8 menyebutkan bahwa:

(6) Rumah yang dijual kepada bukan penghuni, terlebih dahulu harus dilengkapi dengan suatu pernyataan tertulis dari penghuni, bahwa penghuni tidak bermaksud membeli rumah tersebut.

(7) Pernyataan tersebut dalam ayat 6 harus sudah disampaikan kepada Direksi selambat-lambatnya tiga bulan sejak diterimanya pemberitahuan rencana penjualan rumah tersebut.

(8) Apabila dalam waktu tiga bulan pernyataan dimaksud dalam ayat 6 tidak disampaikan, maka penghuni yang bersangkutan dianggap tidak akan membeli rumah tersebut. Dalam pasal 11 disebutkan bahwa Menteri Keuangan dapat membatalkan setiap pemindahtanganan aktiva tetap. Badan Usaha Milik Negara yang dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam keputusan ini.

29.           Pada tanggal 12 September 2008, Mahkamah Agung melalui putusannya menetapkan bahwa Ir. Suwandi (Dirut PTPN II) dinyatakan bersalah dalam proses jual beli tersebut, karena telah menjual lahan yang bukan haknya. Untuk itu Ir. Suwandi harus menjalani hukuman penjara 2 (dua) tahun (putusan Mahkamah Agung No.798 K/Pid.Sus/2008 Tanggal 12 September 2008).

Namun DR.R.M.H.M.Suprianto dibebaskan dari segala tuntutan karena dianggap sebagai pembeli yang beritikad baik.

30.           Pada tanggal 20 Januari 2010, Kakanwil Badan Pertanahan Sumatera Utara melalui suratnya No.61-300.8/I/2010, mengembalikan permohonan Hak Guna Bangunan atas nama H. Muhammad Suprianto, Suwandi, Kie Bung/Yacub. Alasan pengembalian adalah karena Alas Hak Pemohon tidak jelas dan dalam sengketa hukum.



ANALISA DAN PEMBAHASAN
BERDASARKAN KRONOLOGI DI ATAS

1.            Tanah seluas 75,11 Ha di Desa Dagang Kerawan Tanjung Morawa adalah Tanah Negara dan Dikuasai Langsung Oleh Negara karena telah habis masa Hak Guna Usahanya pada 9 Juni 2000 dan tidak diperpanjang lagi oleh pemerintah karena ada rencana untuk membangun perluasan Kota Tanjung Morawa (RUTRK) sesuai keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 42/HGU/BPN/2002 tg. 29 Nopember 2002.
2.            Akta jual beli yang dibuat oleh Ir. Suwandi selaku Dirut PTPN II dengan DR.R.M.H.M Suprianto, tanggal 16 Nopember 2005 di depan notaris Ernawati Lubis, jelas cacat hukum, karena Ir. Suwandi tidak berhak menjual Tanah yang statusnya dikuasai langsung oleh Negara. Oleh karena itu Mahkamah Agung RI melalui putusannya No.798.K/Pidsus/2008 telah menjatuhkan hukuman 2 (dua) tahun penjara kepada Ir. Suwandi, denda 100 juta subsidair 6 bulan penjara.
3.            Kalau penjualnya saja sudah dihukum oleh Mahkamah Agung RI maka sudah tentu Akta Jual Beli yang dibuat oleh Ir. Suwandi selaku Dirut PTPN II dengan DR.R.M.H.M Suprianto di depan notaris Ernawati Lubis tidak berkekuatan hukum.
4.            Jual beli dilakukan tidak berdasarkan pada ijin Menteri Negara BUMN No.S- 351/MBU/2004 tanggal 30 Juni 2004 yang memuat jelas, bahwa luasan lahan yang bisa diperjualbelikan hanya 59 ha.
5.            Jual beli dilakukan ± lima bulan setelah berakhirnya ijin pelepasan dari Meneg BUMN dan masa berlakunya harga taksasi.
6.            Tentang rapat koordinasi, pelaksanaan, pengukuran areal Eks- HGU Kebun Tamora seluas 59 Ha yang terletak di Desa Dagang Kerawan, Kecamatan Tanjung Morawa pada tanggal 28 Februari 2005 yang diadakan di Puri Tri Adiguna, hanya mendengar arahan/petunjuk dari Sdr. Paraduan Siregar. Ini menjadi pertanyaan besar! Karena yang seharusnya didengar sebagai petunjuk untuk pelaksanaan pengukuran adalah dari pihak Kanwil BPN, dalam hal ini Sdr. Muwali Guntoro dan Sdr. Rudi Erwin.
Tapi anehnya Sdr. Muwali Guntoro, Sdr. Rudi Erwin serta Sdr. Paraduan Siregar mengabaikan keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No.42/HGU/BPN/2002 yang seharusnya menjadi pedoman dalam pelaksanaan pengukuran.
7.            Penjualan tidak mengacu pada peta sertifikat HGU NO.1/89 seluas 75,11 Ha. Padahal, sertifikat HGU No.1/89 merupakan alas hak PTPN II diwilayah itu.
8.            Sikap Polres Deli Serdang yang tidak menghendaki dilakukan pengukuran ulang dapat diduga juga termasuk dalam skenario yang dikehendaki pengembang / PTPN II. Kalau dikatakan dikhawatirkan menimbulkan keresahan adalah tidak benar, karena pada waktu itu masyarakat Tanjung Morawa sedang antusias menyongsong terwujudnya pembangunan perluasan kota. Banyak masyarakat yang diberi janji YPNA, khususnya masyarakat Desa Dagang Kerawan, akan dibangunkan ramah sederhana dan rumah sangat sederhana. Arahan Polres tersebut memuluskan penyimpangan luasan yang akan dijual sesuai dengan yang dikehendaki mereka yang terlibat dalam kongkaloikong itu, yaitu seluas 78,16 Ha.

Luas sebesar 59 Ha sengaja dikaburkan. padahal luasan 59 Ha inilah yang dimohonkan dan disetujui.

9.            Sdr. Indro Suhito yang juga selaku Kepala Urusan Agraria PTPN II bertindak sebagai sekretaris pada rapat pengukuran tanggal 28 Februari 2005 sekaligus juga sebagai sekreataris Tim Penaksir Harga. Karenanya kuat dugaan, Sdr. Indro Suhito yang mengatur penyimpangan - penyimpangan kasus jual beli lahan Eks- HGU ini. Misalnya sebagai Kaur Agraria, tentunya yang bersangkutan sangat paham luas lahan Eks- HGU di Desa Dagang Kerawan.

Apalagi Sdr. Indro Suhito jugalah yang telah mengembalikan Sertifikat HGU No.89 tersebut di Kanwil BPN Sumut. Dan dia juga sebagai konseptor surat Dirut PTPN II No.II.0/X/476/XII/2005 tanggal 6 Desember 2005. Dalam surat Dirut tersebut pada point 2 dinyatakan sebagai berikut:
a.  Sehubungan dengan surat bapak Menteri BUMN No.S-35 l/MBU/2004 tanggal 30 Juni 2004 tentang persetujuan pelepasan aktiva milik PTPN II (Persero) dinyatakan seluas 59 Ha sesuai usulan yang diajukan oleh pihak YPNA dengan peta ukur yang ada. Namun sesuai hasil pengukuran ulang oleh BPN atas peta pendaftaran No.73/1997 ternyata luas areal lahan tersebut adalah seluas 78,16 Ha, dimana dalam pengukuran tidak menambah areal dan merubah apa yang tercantum dalam peta tersebut.
10.       Tidak ada itikad baik dari DR.R.M.H.M. Suprianto selaku ketua YPNA untuk melaksanakan kesepakatan/perjanjian dengan pihak Pemkab Deli Serdang (perjanjian/kesepakatan dapat dilihat pada uraian point 5 dan 10 kronologis di atas).
11.       Secara sepihak YPNA telah membuat perjanjian kerjasama kepada pemodal, Susanto dan William yang dibuat di depan Notaris Erna Waty Lubis, SH. dengan Akta No.6 tanggal 10 November 2005 tanpa keterlibatan pihak Pemkab Deli Serdang. Dalam Akta tersebut disepakati tentang bagi hasil yakni 75% untuk Susanto/William dan R.M.H.M. Supriyanto hanya mendapat 25%. Hal ini ditandai dengan permohonan peningkatan Alas Hak ke BPN Deli Serdang untuk pembuatan Sertifikat tanah tersebut bukan lagi atas nama YPNA tetapi sudah dimohonkan atas nama pribadi-pribadi.

12.       Alasan RUTRK diduga hanya sebagai trik atau modus untuk mengakali Pemkab Deli Serdang dan Pempropsu untuk mendapatkan lahan dengan harga murah sekaligus meraup harta Negara dan hak orang lain guna memperkaya diri sendiri.

13.       Dalam UU No. 28/2004 tentang Yayasan sebagai perubahan atas UU No.16/2001, Bab I. Ketentuan umum, Pasal I ayat (1) menyatakan bahwa "Yayasan adalah Badan Usaha Hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota". Pasal 7 ayat (1) menyatakan bahwa "Yayasan dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan". Berdasarkan UU di atas, Yayasan Pendidikan Nurul Amaliyah tidak dibenarkan melakukan kegiatan yang bertujuan Bisnis dan mencari keuntungan (profit).

14.       Luasan ± 59 Ha yang dimohon YPNA dan Camat Tanjung Morawa kepada Bupati Deli Serdang adalah luasan yang dahulu merupakan lahan PTPN II untuk tanaman kelapa sawit saja.
Dan oleh tim penaksir harga, luasan tanaman kelapa sawit inilah yang dihitung dalam Taksiran Harga Tanaman.
Hal ini dapat dilihat dari point C dari Berita Acara Penaksiran Harga Jual Aktiva Tetap Non Produktif milik PTPN II (Persero), Tanggal 28 Maret 2005.
Jadi jelas, sejak awal pihak YPNA hanya memohon ± 59 Ha berupa lahan Eks tanaman kelapa sawit saja.
Diduga, belakangan kemudian ada keserakahan pihak YPNA, PTPN II, dan pihak terkait lainnya untuk meraup keuntungan dengan memanipulasi fakta agar dapat dikuasai semuanya dengan mengabaikan: Risalah Pemeriksaan Tanah Panitia B Plus Provinsi Sumatera Utara tanggal 28 Januari 2002 NO.01/PPT/BP/2002.

15.      Bila YPNA memang beritikad baik dan tetap komit pada luasan yang dimohon, tentu saja tidak timbul konflik dilapangan. Karena menyadari adanya rencana pengambilalihan lahan mereka secara sewenang-wenang, masyarakat melakukan perlawanan.

16.      Setelah diikatnya perjanjian antara Bupati Deli Serdang dan YPNA pada tanggal 5 November 2001, dikeluarkanlah keputusan Bupati Deli Serdang No.816 Tahun 2001 tentang Pengaturan Peruntukan Tanah Eks HGU PTPN II Tanjung Morawa seluas 59 Ha di Desa Dagang Kerawan Kecamatan Tanjung Morawa tanggal 8 November 2001.

17.      YPNA tidak dapat melaksanakan kewajibannya karena tidak punya modal. Para investor yang ditawari YPNA keberatan kalau harus memenuhi kewajiban-kewajiban yang diatur dalam surat perjanjian Bupati Deli Serdang.
Akan tetapi Bupati Deli Serdang masih membuat keputusan No.120 tahun 2004 tentang Pemberian Perpanjangan Ijin Lokasi Keperluan Pembangunan Fasilitas Umum dan Pusat Perdagangan kepada YPNA
Dalam surat ini tidak ada lagi rincian kewajiban YPNA sebagaimana tertuang dalam perjanjian YPNA dengan Bupati Deli Serdang tanggal 5 November 2001 dan keputusan Bupati Deli Serdang tanggal 8 November 2001.
Yang menjadi pertanyaan adalah : mengapa Bupati Deli Serdang masih terus menunjuk YPNA sebagai pelaksana RUTRK di Desa Dagang Kerawan, padahal YPNA sudah gagal memenuhi kesepakatan dengan Pemkab Deli Serdang?
Sampai disini jika tidak ada keserakahan maka muluslah sudah upaya penguasaan lahan dengan harga yang cukup murah. Tapi keserakahan tidak mengenal kata puas ! Setelah mendapat dukungan dari Gubsu dan Meneg BUMN, oleh mereka yang melakukan kongkalikong  dicari akal untuk menguasai seluruh areal sertifikat HGU seluas 75,11 Ha atau sesuai peta pengukuran ulang No.73/1997 seluas 78,16 Ha.

18.      Kasak-kusuk dilakukan kepada oknum-oknum PTPN II, Bappeda Deli Serdang, Kanwil BPN Sumut dengan dukungan dari Polsek Tanjung Morawa dan Polres Deli Serdang, yang kemudian dituntaskan oleh Sdr. Paraduan Siregar dalam rapat kordinasi pengukuran di Puri Tri Adiguna pada tanggal 28 Februari 2005 dengan petunjuknya dan hasilnya dituangkan dalam berita acara.

19.       Berdasarkan surat keputusan Bupati No. 120 tahun 2004 sebagaimana tersebut di atas, YPNA sudah dapat menggaet investor/pemodal. Maka pada tanggal 13 April 2004, YPNA mengajukan permohonan kepada Gubernur.

20.      Dalam keputusan Kepala BPN No.42/HGU/BPN/2002 di poin keempat dikatakan :
          “Menyerahkan pengaturan, penguasaan, pemilikan, pemanfaatan dan penggunaan tanah tersebut dalam diktum ketiga keputusan ini kepada Gubernur Sumatera Utara untuk selanjurnya diproses sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku setelah mendapat izin pelepasan asset dari Menteri yang berwenang.”
Adapun tanggapan atas hal tersebut di atas adalah sbb :
Bahwa Panitia B Plus dan Gubernur Sumatera Utara sudah membuat pengaturan, penguasaan, pemilikan dan pemanfaatan dan penggunaan tanah di Eks HGU PTPN II di Desa Dagang Kerawan seluas 78,16 Ha, sbb;
a.   untuk garapan Sukardi 1 Ha
b.  untuk RUTRW (camat) 59 Ha
c.   garapan dan perumahan Karyawan / Masyarakat 18,16 Ha.





PERTANYAAN-PERTANYAAN YANG TIMBUL
DARI HASIL ANALISA DIATAS

1.            HGU telah berakhir tahun 2000 dan sesuai dengan Keputusan Kepala BPN No.42/HGU/YPN/2002 HGU No.1/89 untuk PTPN II di Desa Dagang Kerawan tidak diberikan perpanjangan, maka pada tahun 2003 sertifikat HGU telah dikembalikan ke Kanwil BPN Sumut oleh Kaur Agraria PTPN II Sdr. Indro Suhito, SH. yang diterima oleh Ir. Dermawan.

Dengan demikian berhakkah Dirut PTPN II menjual lahan tersebut? Sudah sahkah jual beli tersebut?

Dapat dibenarkan secara Hukumkah Dirut PTPN II memperjual-belikan Tanah Negara?

2.            Apakah Yayasan Pendidikan dibenarkan menurut undang-undang melakukan kegiatan yang bertujuan bisnis dan mencari keuntungan (profit) sebagaimana yang dilakukan oleh YPNA?

3.            Apakah tidak ganjil : atas proses yang demikian cepat atas administrasi antara permohonan YPNA ke GUBSU pada tanggal 13 April 2004, kemudian ke Meneg BUMN d/p Dirut PTPN II tanggal 14 April 2004 dan tanggal 15 April Surat PTPN II ke Meneg BUMN, sampai dikeluarkannya ijin oleh Meneg BUMN?

4.            Mengapa Site Plan Pertapakan 59 Ha Eks- HGU PTPN II yang dibuat Bappeda diatas peta 78,16 Ha yang seharusnya diarsir hanya pada areal 59 Ha saja, dilakukan pengarsiran atas seluruh areal seluas 78,16 Ha?

Peta inilah yang kemudian oleh PTPN II (Indro Suhito) dijadikan petunjuk kepada pihak Tim Penaksir Harga dan pihak terkait lainnya bahwa luas 59 Ha yang dimohon dan disetujui oleh Meneg BUMN adalah sama. Hal ini kemudian dijadikan acuan Dirut PTPN II. Ir. Suwandi dalam suratnya No.II.0/X/476/XII/2005 tanggal 6 Desember 2005 dimana dinyatakan bahwa luas 78,16 Ha adalah sama dengan luas yang dimohon dan yang diijinkan.

5.            Mengapa hanya Ir. Suwandi saja sebagai Dirut PTPN II yang dinyatakan bersalah sedangkan yang lainnya bebas, apalagi DR.R.M.H.M. Suprianto sebagai Ketua YPNA dibebaskan dan dinyatakan sebagai Pembeli beritikad baik?

6.            Mengapa pembeli dalam hal ini DR.R.M.H.M.Suprianto dibebaskan atau dinyatakan tidak bersalah, padahal membeli dari orang yang tidak berhak menjual?

7.            Mengapa sampai saat ini Ir. Suwandi belum juga dieksekusi sesuai dengan putusan MA tahun 2008 yang lalu?

8.            Apakah dengan serta merta YPNA sudah dapat dinyatakan menjadi pemilik yang sah atas lahan 78,16 Ha tersebut walaupun masih ada proses hukum yang berjalan?

9.            Apakah Akta jual beli No.13 tanggal 16 November 2005 tersebut dapat dijadikan sebagai Alas Hak bagi YPNA untuk mengajukan sertifikat ke BPN dan melakukan aktivitas di atas lahan tersebut? Sedangkan gugatan atas akta jual beli ini sedang diperiksa di pengadilan dan sudah sampai ditingkat banding di Pengadilan Tinggi Medan.

10.       Apakah kami selaku karyawan/pensiunan tidak mempunyai hak untuk menuntut membeli/memiliki rumah dan tanah yang telah kami huni di atas 40 tahun, sesuai dengan SK Menteri Keuangan No.89/KMK/.013/1991 tanggal 25 Januari 1991?

Dengan harga jual yang sama kami juga mampu untuk membelinya. Tanah/rumah dinas kami hanya dijual dengan harga 6-10 juta/unitnya.

11.       Apakah kami yang harus menjadi terpidana karena menuntut hak kami yang telah diinjak-injak oleh mereka-mereka yang bersepakat dan bermufakat untuk melakukan jual beli tanpa memperdulikan keberadaan kami?

KESIMPULAN

I.   Pelanggaran Instrumen :

a.     UU Pokok Agraria Nomor 5 tahun 1960

b.     SK BPN Nomor 42/HGU/BPN/2002

c.      SK MENKEU No. 89 Tahun 1991

d.     Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996

e.      SK Bupati Deli Serdang Nomor 816 tahun 2001

f.       SK Gubsu Nomor 593/14575/2001

g.     Surat Meneg BUMN Nomor S-351/MBU/2004

h.     Surat Direksi PTPN II Nomor 11.0/X/13.6/IV/2004

i.       UU Nomor 28 tahun 2004 tentang Yayasan

j.       Telah terjadi penggelembungan luas lahan yang diberikan dari luas 59 Ha (oleh Pemda) menjadi 78,16 Ha (oleh PTPN II)

k.     Telah terjadi pelanggaran kewenangan oleh PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) menjual Asset Negara (Lahan Eks HGU Kebun Tamora), hasil harga / nilai ganti rugi tanah tidak diserahkan kepada Negara CQ Pemda Sumut atau-tidak disetorkan kepada Kas Negara.

l.       Telah terjadi KKN di PTPN II Kebun Tamora dengan pengusaha Yayasan Pendidikan Nurul Amaliyah, kerugian negara/Pemerintah puluhan atau ratusan miliar rupiah.

m.  Telah mengabaikan / menyengsarakan mantan karyawan / pensiunan yang sudah lama bermukim di lahan eks HGU PTPN II (Persero) tersebut.




II. Pelaku dan Pihak yang Bertanggung jawab

A.  1. Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara cq Sekretaris   Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara

2. Direktur Utama PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Tanjungmorawa

B. Pimpinan Yayasan Pendidikan Nurul Amaliyah selaku pembeli (Pengganti Rugi)

C. Para pejabat yang terkait

III. Ikut Serta Bertanggung Jawab

Hakim Pengadilan Negeri Lubuk Pakam, yang menjatuhkan/memutuskan perkara dengan proses yang sangat kontroversial.

IV. Catatan

A.      Proses Istilah Penghapus Bukuan
PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) telah diberikan oleh Negara beberapa Hak Guna Usaha (HGU), salah satunya HGU bernama Kebun Tamora terletak di Tanjung Morawa Kec. Tanjung Morawa - Kab. Deli Serdang – Prop. Sumatera Utara (SUMUT), seluas ± 78.16 Ha. HGU ini tidak diperpanjang lagi sesuai keputusan Badan Pertahanan Nasional Nomor.42/HGU/BPN/2002 tanggal 29 Nopember 2002. Atas keputusan Badan Pertahanan Nasional tersebut dengan sendirinya lahan Eks-HGU seluas 78.16 Ha tersebut harus dikeluarkan dari administrasi PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) dan diserahkan kembali kepada Negara cq Gubernur setempat / Gubernur Sumut.
Dengan demikian hak dan kewajiban serta pengurusan tidak ada lagi pada PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) dan sudah beralih kepada Negara melalui Gubernur dan Pemda Sumut. Namun demikian PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) masih ada haknya menagih kepada Negara cq Gubernur Sumut atas harga / nilai ganti rugi tanaman dan harga / nilai ganti rugi bangunan yang telah dibangun di atas lokasi lahan Eks-HGU seluas 78.16 Ha tersebut. Inilah yang dimaksud dengan proses istilah "penghapusbukuan".





B.      Proses Prosedur Dan Hukum
Sesudah selesai proses penghapusbukuan, secara otomatis hak dan tanggung jawab serta pengurusan dan penggunaannya beralih kepada Gubernur Sumut dengan seluruh perangkatnya.
Hal yang terjadi di lapangan adalah PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) justru melakukan transaksi langsung dengan pengurus / pengusaha Yayasan Pendidikan Nurul Amaliyah (YPNA) saudara DR. Suprianto dengan nama samaran Anto Keling Asset lahan Eks. HGU PTPN II Kebun Tamora seluas 78.16 Ha.
Sedang Gubernur Sumut hanya menyediakan lahan tersebut seluas 59 Ha sesuai Rencana Umum Tata Ruang Kota Kecamatan (RUTRK) kepada YPNA.
Jumlah harga / nilai ganti rugi asset lahan Eks.HGU langsung diterima PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) dari Pimpinan YPNA sebanyak Rp. 10.475.000.000,- pada tanggal 14 November 2005 dengan rekening nomor 226228 Bank Mandiri Cab. Medan Zainul Arifin (tidak distor kepada Negara cq Gubernur Sumut), sangat jauh menyimpang dari perjanjiannya semula dengan Pemerintah di tingkat Kecamatan dan Kabupaten Deli Serdang. Perbuatan Pimpinan YPNA patut diduga merupakan bentuk kerjasama ataupun memberi kesempatan terjadinya KKN.

Masalah pembayaran harga / nilai ganti rugi lahan Eks-HGU PTPN II Kebun Tamora telah melabrak mekanisme Hukum :

1.     Bentuk Pelanggaran Hukum Pidana (Korupsi)
-  Terjadi kesepakatan bersama (KKN) antara PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) dengan Pimpinan / Pengurus YPNA dalam transaksi harga / nilai ganti rugi lahan Eks-HGU PTPN II seluas 78.16 Ha (Gubernur memberikan hanya 59 Ha).
-  PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) telah menjual Asset Negara lahan Eks-HGU PTPN II dengan nilai nominal seharga Rp. 10.475.000.000,- dan tidak diserahkan kepada Negara cq. Gubernur Sumut untuk disetor ke Kas Negara. Hal ini jelas merupakan perbuatan yang "merugikan Negara" (korupsi).

2.     Bentuk perbuatan Perdata menurut surat PTPN II
Surat Direksi PTPN II Nomor : II.0/X/136/2004 tanggal 15 April 2004, pada alinea terakhir berbunyi : "dimana sesuai ketentuan, walaupun HGU tersebut tidak diperpanjang namun secara keperdataan masih merupakan Asset PTPN II".
-  Yang merupakan Asset PTPN II setelah dihapusbukukan hanyalah tanaman yang ada dan bangunan yang dibangun selama HGU digunakan di lahan seluas 78.16 Ha.
-  Apabila Negara cq. Gubernur Sumut telah menerima penyerahan lahan Eks-HGU PTPN II seluas 78.16 Ha, kemudian diaturnya harga / nilai ganti ruginya, dan ternyata tidak dibayarkan harga / nilai ganti rugi tanaman dan bangunannya, maka Negara cq. Gubernur Sumut dapat digugat secara perdata oleh PT. Perkebunan Nusantara II (Persero).



T A N G G A P A N

SURAT MENTERI NEGARA BUMN
NOMOR : S-409/MBU/2007. TGL. 10-06-2007

HAL : PENGGUNAAN HASIL GANTI RUGI PELEPASAN ASSET
EKS IIGU. KEBUN TAMORA PT. PERKEBUNAN
NUSANTARA II (PERSERO)

A.          KOMENTAR KHUSUS

1.     Usaha mengolah "Sumber Daya" Negara kaya raya ini tentu memerlukan "Penyelenggara Negara" (Legislatif-Eksekutif-Yudikatif) yang tangguh, bersih, berwibawa serta memiliki ketrampilan profesional dan proporsional diterima serta didukung aktif oleh rakyat.

2.     Seorang Menteri, pembantu Presiden, sudah barang tentu harus berkinerja profesional dan proporsional menjalankan tugas dan fungsi pada bidangnya, jauh dari perbuatan serta tingkah laku kurang terpuji, loyal kepada pimpinan, dapat bekerja sama dengan seluruh lapisan, sangat memperhatikan kehidupan rakyat/masyarakat, terhindar dari sifat dan perbuatan KKN.

3.     Dengan tidak membentuk prasangka yang negatif, kiranya masih ada ditemukan kinerja pembantu Presiden yang kurang mendidik sebagai panutan kehidupan masyarakat dan kurang memperhatikan kepentingan Negara.

4.     Persoalan yang telah terjadi pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Tamora Tanjung Morawa, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Sedang, Propinsi Sumatera Utara telah membuat kepercayaan masyarakat setempat berpandangan negatif terhadap BUMN.

B.          TANGGAPAN ATAS SURAT MENNEG BUMN

1.       BUMN adalah Badan Usaha Milik Negara. Dengan demikian, usaha ini bukan usaha Swasta, melainkan usaha Negara. Tentu saja modalnya dari Negara dan dikelola oleh pemerintah, dengan tanggungjawab ada di pundak Menteri Negara BUMN (Menneg BUMN).

2.       Dalam mengembangkan/memajukan usaha pengelolaan, Menneg BUMN adalah Pemegang Saham atas nama Pemerintah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Menneg mengoperasikan perusahaan dengan menyusun lembaga Dewan Komisaris dan Dewan Direksi beserta jajarannya guna melaksanakan mekanisme tepat guna.

3.       Namun disini terjadi masalah pada PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) yang dapat dilihat dari kebijakan Direksi yang nyata-nyata melanggar prosedur dan diamini oleh Dewan Komisaris atas dasar Surat Arahan Menneg BUMN Cq. Sesmen Menneg BUMN No. S-08/MBU.S/2006 tanggal 20 Januari 2006 dan No. SR.0I/MBU/2006 tanggal 26 Januari 2006. Ini dapat dianggap sebagai Korupsi Berjamaah dan telah merugikan Negara bermiliyar-miliyar rupiah.

C.    KEBIJAKSANAAN YANG MENYIMPANG

1.       Tampaknya dilanjutkan pula oleh Menneg BUMN yang baru, semua yang diuraikan di atas dilegalkan melalui surat yang diberikan kepada Ir. H. Suwandi, yaitu surat Nomor: S-409/MBU/2007 tanggal I8 Juni 2007.
     
2.     Dapat dimengerti tentang aturan dan Perundang-Undangan yang mengatur tugas dan tanggung jawab Direksi secara Internal dan Eksternal menjalankan operasional BUMN, tetapi apakah hal-hal yang sangat prinsip seperti mengenai bidang permodalan juga menjadi kewenangan Direksi PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) termasuk menjual asset-asset Negara.

3.     Surat Keputusan Kepala BPN Nomor : 42/HGU/BPN/2002 tanggal 29 Nopember 2002, tidak satu kalimatpun dalam minut keputusan yang menyebutkan hak-hak keperdataan. Hanya saja, ada penegasan pada lampiran Surat Keputusan tersebut, pada Daftar Urut No. 29 nama Kebun Tanjung Morawa Dagang Kerawan, terletak di Kecamatan Tanjung Morawa, luas tanah dikeluarkan atau dihapusbukukan (kembali kepada Negara/Pemda) seluas 78.16 Ha (sesudah diukur ulang), tidak diberikan ijin atau diperpanjang HGU-nya lagi.

4.     Surat Menneg BUMN (pada waktu itu dijabat oleh Sdr. Laksamana Sukardi) Nomor : S.35l/MBU/2004 tanggal 30 Juni 2004 sangat rancu dan membuka kemungkinan penafsiran secara keliru, karena disuratkan seakan-akan lahan tersebut adalah Hak Milik BUMN sehingga dapat digunakan untuk memenuhi dana PT. Perkebunan Nusantara II (Persero). Sedangkan lahan itu sendiri sudah kembali Milik Negara/Pemda setempat.

5.     Yang masih menjadi milik PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) menurut unsur perdata hanya semua bangunan dan tanaman yang masih produktif yang ada di atas lahan tersebut (merupakan Asset BUMN). Sedangkan Tanah/Lahan tetap menjadi Asset Negara/Pemda (Surat Keputusan Kepala BPN Nomor: 42/HGU/BPN/2002).

6.   Dalam alenia terakhir (No.5), tentang Hak Menteri Negara BUMN selaku Kuasa Pemegang Saham Negara/RUPS atas BUMN, maka sangatlah membuka peluang besar bagi Direksi untuk berbuat semaunya melanggar peraturan dan Undang-Undang. Tidak heran lagi jika perbuatan Korupsi-Kolusi- Nepotisme (KKN) subur dan merajalela di sini dan negara harus menanggung kerugian/kemiskinan dengan mengorbankan kehidupan rakyat ke bawah garis kemelaratan.

D.    KESIMPULAN TANGGAPAN SURAT MENNEG BUMN NOMOR : S-409/MBU/2007 TANGGAL 18 JUNI 2007 (ADA DUA SURAT YANG ISINYA SERUPA/SAMA NAMUN SATU DENGAN CAP/STEMPEL KEMENTERIAN, YANG LAIN TANPA CAP/STEMPEL KEMENTERIAN) :

1.   Secara Administrasi
a. Kurang tepat Menteri mengirim Surat Dinas kepada seseorang yang sedang berperkara, dan perkaranya sendiri belum tuntas. Bukankah hal ini dapat mempengaruhi jalannya proses peradilan dan penegakan hukum?

b.Tidak Etis memberikan tanggapan maupun penjelasan tanpa diminta oleh pejabat yang berwenang melakukan proses penegakan hukum, apalagi perkaranya dalam menuju proses keputusan hukum.

c. Kalau Menneg BUMN memang sangat memerlukan arahan penyelesaian hukum, hendaknya langsung disampaikan kepada Direksi PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) secara rahasia dengan tentu saja terlebih dahulu mempelajari aturan dengan seluruh aspek yang ada.

2.   Sisi Kewajaran
a. Surat-surat Menneg BUMN tidak wajar memberikan penjelasan kepada orang yang sedang berperkara, karena dapat dijadikan sebagai "Surat Sakti" guna mempengaruhi jalannya proses penegakan hukum.
b. Melihat isi surat tersebut, ada keraguan atas keabsahannya, atau dengan memanfaatkan kelengahan Menneg BUMN membuat ada kesempatan oknum menyodorkan untuk ditandatangani (satu ada cap/stempel, satu tidak ada). Hal ini patut dicurigai.

E.    SARAN-SARAN

1.   Semoga Menneg BUMN hendaknya segera mengklarifikasi surat tersebut. Jika tidak, mungkin saja dapat dianggap turut serta terlibat dan membantu memberikan pembenaran terhadap perbuatan Ir. H. Suwandi cs.

2.   Seandainya Menneg BUMN tidak tahu-menahu terhadap kedua surat tersebut, waspadalah terhadap orang-orang yang berada di sekitar Menteri.

F.    PENUTUP

Demikianlah tanggapan ini disusun. Semoga kita selalu waspada dalam situasi dan kondisi yang memang sudah dikondisikan untuk tidak kondusif. Muaranya, akan timbul pandangan negatif rakyat kepada Badan Usaha Milik Negara dan kepada Pemerintah selaku penyelenggara Negara.

( Disarikan FORUM KELUARGA KARYAWAN / PENSIUNAN PTPN II
Sekretariat: Jl. Sei Merah No. 62 Desa Dagang Kerawan Kecamatan Tanjung Morawa,Deli Serdang – Sumatera Utara 20362 Telp. 061-7941821 HP: 08126338541, H. Bachtiar Syaharuddin- Kord. Forum ( FRB Tim ).

4 komentar:

  1. Dalam fakta sejarah yg tertulis maupun yg tidak tertulis, seluruh tanah eks HGU PTPN II d/h PTP IX yg di dirikan tahun 1960 yg di buat oleh Pemerintah sebagai perkebunan negara juga tanah - tanah sebelumnya seluas +/- 250.000 Ha yg terbentang dari batas sei wampu yg melintas Kota Medan s/d batas sungai Ular Deli Serdang adalah tanah hak Ulayat Maskyarakat Melayu yg mempunyai hak mutlak keperdataan sebagai Hak Ulayat Masyarakat Melayu. Pihak manapun tidak berhak mengklaim atas tanah tersebut kecuali Masyarakat Melayu yg mempunyai hak Ulayat.Terima kasih. Dari : Achyar Tambusai/DPP Laskar Melayu Hang Tuah. HP : 0852 772 52439.

    BalasHapus
  2. Kenapa Semua PTPN Sebagai Penyelenggara BUMN Bermasalah diseluruh wilayah Pak Presiden??

    BalasHapus
  3. Dulu tutur orang tua kami yang jadi korban PTPN Sekarang Perampasan hak dimainkan secara halus.Apakah dulunya Kadus/Kades diperalat Juga.Bliau Bercerita sbb: Pada tahun 60han bliau memiliki bidang Tanah seluas lebihkurang Satuhektar, Kemudian didatangi kadus/Kades dan dimintai untuk melepas sementara tanahnya seluas itu yang akan dipinjam pakai oleh investor asing dari belanda dengan diberikan sejumlah imbalan uangatas tanah yang beliau miliki,jika kemudia bila investor asing ini tidak memanfaatkan lahan tersebut batas 10/20 tahun maka tanah itu akan dikembalikan kepada Masyarakat atas nama Pemilik. Tahun berganti tahun sampai Orang tua kami menikah dan punya anak, tanah itu tidak ada kabar berita,
    apa mungkin tidak ada yang urus karena sampai saat ini Kadus/Kades yang menangani dulu sudah sering berubah ubah bahkan ada yang meninggal. yang mengejutkan tiba tiba tanah itu sekarang ini jadi milik Negara.inalillahi... inikah kezolimaaan?? Wallohu'a'lam.

    BalasHapus
  4. Tanggapan BPN yg terbit HGB PT.MIP/MORAWA INDAH PROPERINDO

    BalasHapus

Donate for Childres's Ngo L.A.I